Minggu, 30 November 2014

PENELUSURAN PROVINSI SULAWESI TENGAH(KOTA LUWUK)

PENELUSURAN PROVINSI SULAWESI TENGAH (KOTA LUWUK)

Luas dan Batas Wilayah

Luwuk adalah ibu kota Kabupaten Banggai dan Pusat Administrasi Sulawesi Timur di masa Depan, yang berjarak sekitar 607 km dari Kota Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Kota Luwuk mempunyai moto "Luwuk Berair", yaitu kota yang "BERSIH, Aman, Indah dan Rapi".
Kota Luwuk merupakan salah satu dari 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, sekaligus menjadi ibukota kabupaten. Kota Luwuk berpenduduk 75.271 jiwa (2011) dan memiliki luas wilayah 518,40 km2, sehingga kepadatan penduduknya mencapai 145 jiwa per km2. Kota Luwuk berjarak sekitar 607 km melalui perjalanan darat dari Kota Palu (ibukota Provinsi Sulawesi Tengah).

Kota Luwuk meliputi 21 desa atau kelurahan, yaitu Luwuk, Awu, Boyou, Bubung, Bumi Beringin, Hanga-Hanga, Kampung Baru, Kilongan, Koyoan, Lumpoknyo, Tontouan, Bungin, Soho, Simpong, Biak, Bunga, Kamumu, Maahas, Nambo Lempek, Nambo Padang dan Salodik.

Batas wilayah Kota Luwuk meliputi sebalah utara dengan Kecamatan Pagimana, sebelah barat dengan Kecamatan Kintom, sebelah timur dengan Luwuk Timur dan sebelah selatan dengan Selat Peling.
Kota Luwuk, yang terletak di pesisir Selat Pelang, merupakan ibu kota Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Total area dari kota ini adalah 101,43 km2, yang terdiri dari 23 kelurahan, dan 14 Desa. Dari total area ini, luas wilayah yang mendapat pelayanan kebersihan hanya mencapai 20,00 km2 (19,7 %).
Batas kota Luwuk adalah sebagai beriku :
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Poh, Kecamatan Pagimana;
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Peleng, Banggai Kepulauan;
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lambangan, Kecamatan Luwuk Timur;
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Lontiok, Kecamatan Nambo Bosa.
Secara etimologi, Luwuk dari asal kata Luwok, Huk, yang artinya "Teluk", sebelum jadi nama Kota Luwuk, tempat ini merupakan pelabuhan masyarakat Keleke, Asama Jawa dan Soho serta Dongkalan. Dalam perjalanan Pemerintahan, Luwuk ditetapkan menjadi pusat pemerintahan oleh Hindia Belanda tahun 1906, ibu kota Afdeling Sulawesi Bagian Timur, kemudian tahun 1908 dipindahkan ke Bau-Bau, Luwuk menjadi pusat wilayah Onderafdeling pada tahun 1924. Kampung pertama terbentuk dipesisir Luwuk (teluk), yaitu : 1. Kampung Asam Jawa, Kepala Kampung Pauh(1901-1926); 2. Kampung Soho, Kepala Kampung Toansi Pauh (1926-1963;) 3. Kampung Dongkalan, Kepala Kampung H.Kailo Sinukun (1940). Masuknya pemerintahan Jepang tahun 1942, Luwuk menjadi kota pemerintahan Jepang dengan nama "Bunken Kanrikan". Pada tahun 1943 Jepang memerintahkan raja Banggai terakhir H.Sjokuran Aminuddin Amir memindahkan Ibu Kota Kerajaan Banggai di Luwuk, dengan pangkat suco (raja)Banggai. Pada tahun 1952, Pemerintahan RI. menetapkan Luwuk sebagai Ibu Kota Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) Swapraja Banggai, dan pada tanggal 4 Juli 1952 Kota Luwuk ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Banggai, berdasarkan UU RI. Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II di Sulawesi. (lihat Buku Sejarah Kabupaten Banggai, Haryanto Djalumang, Rajawali Press, Jakarta, 2012).
Kota Luwuk pada tahun 2013 terdiri dari :
  • Kecamatan Luwuk
  • Kecamatan Luwuk Utara
  • Kecamatan Luwuk Selatan
  • Kecamatan Nambo Bosa
Jumlah Kelurahan sebanyak 23 Kelurahan dan jumlah Desa sebanyak 14 Desa. Kota Luwuk pusat kegiatan Pendidikan, telah ada dua Universitas, yaitu Universitas Muhammadiyah Luwuk (Unismuh) dan Universitas Tompotika Luwuk (Untika). Akademi Keperawatan Luwuk, dan Akademi Normal Luwuk. Lembaga-lembaga non formal lainnya, adalah Gaja Madah Colege, Unhas Colege, Unstrat Coleg, LKP Widyagama dan Untad Coleg, serta Yayasan Pendidikan Insan Cita. Kota Luwuk merupakan pusat kegiatan keagamaan, Mesjid Pertama adalah Masjid Al Hikmah Soho (1920), dirintis oleh Toansi Pauh, Imam Talla, Lengkas, Djafili, Ustadz Ngadimin, kemudian Masjid Mutahidah Dongkalan (1930), yang dirintis oleh Habib Said Al Bakar, Habib Awad Al Bakar, H. Kailo Sinukun, H. Thalib, H. Kalia Makmur, H. Siradjuddin Datu Adam.dan lainnya. Gereja pertama adalah Gereja Bukit Zaitun (1943), perintisnya, Pandeta Tumbelaka, Mantiri. Sedangkan Pusat Pemerintahan berada di wilayah SOHO (1906 s/d 1963), Luwuk.

Warga Luwuk banyak yang miskin, sekalipun di sana banyak perusahaan migas dan wisata.
Pemandangan Kota Luwuk sangat indah. Ibu kota Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah itu memiliki penduduk 60.000 jiwa. Bak Hawai di Amerika Serikat, kota ini dikelilingi pohon kelapa. Air laut berwarna biru dan pasir putih membentang di sepanjang kota pesisir ini.
Namun, para turis harus tahan panas sinar matahari jika pelesiran di kota itu. Bayangkan saja, suhu di kota itu bisa mencapai hampir 40 derajat Celsius.
Untuk bisa datang ke kota ini, kocek yang dikeluarkan tidak sedikit. Dari Jakarta, pesawat harus terlebih dahulu transit di Bandara Sultan Hasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan.
Dari sana, penerbangan lanjut ke Bandara Syukuran Aminuddin Amir, Luwuk, Banggai. Hanya ada dua penerbangan yang melayani perjalanan dari Makassar ke Luwuk, yakni Sriwijaya Air dan Wings Air. Perjalanan dari Jakarta ke Luwuk membutuhkan waktu sekitar 3 jam dan harus merogoh kocek sekitar Rp 3 juta.
Kota yang terletak di ujung timur Sulawesi Tengah ini sangat bersih dan tertata, tak ada sampah berceceran di jalan. Begitu pula, pedagang kaki lima (PKL) yang biasanya menyesaki trotoar di kota ini hampir tidak terlihat sama sekali. Penduduk di Luwuk mayoritas bekerja sebagai nelayan dan petani. Hasil bumi kota Luwuk berupa kopra, pala, dan cengkih. Perut bumi kota ini juga memiliki kandungan minyak dan gas bumi.
Oleh karena itu, tak heran perusahaan migas asing maupun lokal berdiri di tempat ini. Para karyawan mereka pun acap kali mondar-mandir melihat panorama kota. Sementara itu, makanan khas selalu terbuat dari ikan yang bercita rasa pedas, seperti ikan bakar mandapar. Mutiara merupakan cendera mata khas kota ini.
Kecamatan Luwuk memiliki luas 101,43 km2 terdiri atas 23 kelurahan dan 14 desa. Dari total area ini, luas wilayah yang mendapat pelayanan kebersihan hanya mencapai 20 km2. Selebihnya merupakan areal pegunungan, hutan, dan pantai. Suku asli Kota Luwuk, yakni suku Keleke-Soho, Mangkian Piala-Dongkalan, Nambo, Simpoung, Balantak, dan Banggai.
Salah satu pemandu wisata, Ulam mengatakan, perkembangan wisata di Luwuk mulai terkenal sekitar 1990. Pesona alam di ibu kota Kabupaten Banggai itu mulai tersohor sejak berdirinya Bandara Syukuran Aminuddin Amir pada 2003.
Itu karena dengan adanya bandara tersebut, akses ke kota semakin mudah. "Dulu kalau mau ke Luwuk, harus turun di Palu. Dari sana menyambung perjalanan darat yang memakan waktu hingga 15 jam. Sekarang sudah mudah, turis lokal dan asing setiap hari berdatangan," katanya.
Menurutnya, sejak bandara tingkat kabupaten tersebut berdiri, jumlah wisatawan, baik asing maupun lokal melonjak tajam. Ulam mengaku kunjungan turis meningkat saat libur panjang, libur hari raya, atau libur akhir tahun. Selama ini sebagian besar pendapatan asli daerah (PAD) Kota Luwuk dari sektor pariwisata.
Dia menjelaskan, panorama keindahan Luwuk bisa dilihat di tempat-tempat wisata, seperti Suaka Margasatwa Pasi-Pasi, Air Terjun Salodik, Air Terjun Hanga-Hanga, Pantai Permandian Alam KM 5, Pantai Lalong, dan wisata Luwuk Berair.

Kemiskinan Tinggi
Bupati Banggai, Syarifuddin Mile mengatakan, sebagai ibu kota Banggai, Luwuk mengalami kemajuan pesat. Infrastruktur dan sarana prasarana yang menunjang sektor pariwisata terus digenjot. "Pendapatan dari sektor wisata nomor tiga," ujarnya.
Dia pun berharap di masa mendatang Luwuk bisa menjadi kota tujuan pariwisata, bukan hanya menjadi tempat transit. Luwuk dapat dikenal di seluruh pelosok Nusantara maupun mancanegara.
"Kabupaten Banggai kaya keindahan alam yang indah, menawan, serta menakjubkan, serta beraneka ragam kebudayaan dan tempat bersejarah yang mengagumkan. Sayangnya, beragam potensi tersebut belum dipromosikan secara luas," katanya.
Namun, potensi alam yang sedemikian indah itu tampaknya tercoreng dengan kemiskinan penduduk di Kota Luwuk. Kementerian Sosial (Kemensos) setidaknya sudah menjaring 4.216 keluarga sangat miskin di Kabupaten Banggai. Jumlah tersebut terus meningkat tiap tahunnya.
Warga sekitar berharap perusahaan asing yang bergerak di bidang migas maupun pariwisata, melatih dan memberikan keterampilan warga asli Luwuk agar bisa dipekerjakan di perusahaan tersebut.
"Alam kami memang indah. Penduduk asli yang kaya raya itu punya banyak ternak dan sawah, tetapi hanya beberapa orang. Nah, kalau kami ini apa penghasilannya. Saya hanya sebagai tukang parkir, sebulan penghasilan Rp 750.000," kata Risno Usman (40), salah satu warga Luwuk, yang berprofesi sebagai juru parkir.
Di mana Luwuk? Mungkin tidak semua orang tahu persis letak Luwuk. Namun, siapa sangka di Kota Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah terdapat sebuah hotel bintang tiga yang ditempuh cuma 10 menit berkendaraan dari bandara yang berjarak 5 kilometer. Posisi hotel begitu strategis yakni di dataran tinggi, tepatnya di Jalan Mandapar, Kawasan Bukit Halimun, Tanjung Tuwis. Posisi hotel menghadap ke pantai. Itulah Hotel Aston Luwuk & Conference Center.

"Dulu ini kebun jagung, sekarang jadi hotel," kata Soenardi Sudartan, Dirut PT Nyiur Mas Mandiri, pemilik Hotel Aston Luwuk, saat bincang-bincang di beranda hotel, Rabu malam.

Soenardi pun mengisahkan pengalaman masa lalunya ketika pertama kali ke Luwuk tahun 1984 saat berprofesi sebagai dokter. "Dulu susah mencari penerbangan ke Luwuk, apalagi hotel," kata Soenardi yang juga dokter syaraf ini.

Berkat migas serta hasil bumi seperti kopra, cengkeh, pala dan kelapa, nama Luwuk semakin dikenal. Pekerja migas silih berganti berdatangan ke Luwuk dan mereka jelas membutuhkan tempat menginap. Di atas lahan seluas 7,8 hektare, Soenardi menggandeng Archipelago International mendirikan Hotel Aston di Luwuk pada Februari 2012 dengan investasi sekitar Rp 95 miliar.

Menurut Rachmad Basuki, General Manager Aston Luwuk, saat pertama kali tiba dan diberi tanggung jawab mengelola Hotel Aston Luwuk dirinya kaget. "Pertama datang, saya shock melihat kondisi Luwuk yang masih minim infrastruktur untuk menunjang bisnis perhotelan," katanya.

Namun, melihat potensi Luwuk yang kaya migas dan hasil bumi, Rachmad yakin kota Luwuk akan berkembang. Saat ini, kunjungan pegawai migas ke Luwuk terus meningkat. Itu bisa terlihat dari padatnya penumpang Wings Air dan Sriwijaya Air yang melayani rute Makassar-Luwuk setiap hari.

Peluang inilah yang hendak ditangkap Aston Luwuk. Meski sekarang para tamu didominasi kalangan bisnis, ke depan seiring dengan berkembangnya pariwisata Luwuk, tak tertutup kemungkinan untuk dikunjungi wisatawan.

Hotel yang mulai beroperasi awal Oktober 2013 ini memiliki 92 kamar dengan tipe superior, deluxe, junior suite dan presidential suite. Hotel ini memiliki tiga meeting room yang masing-masing mampu menampung 20-40 orang. "Selain itu kita memiliki ballroom untuk 1.200 orang," katanya.

Hal yang paling dibanggakan Soenardi adalah kolam renang yang ada di hotel ini. "Ini (kolam renang) merupakan satu-satunya di (hotel) Luwuk," ujarnya.
Kawasan hutan lindung Doko-Dokop, Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Luwuk, Provinsi Sulawesi Tengah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit yang diduga milik PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS).
Kawasan tersebut belum beralih fungsi menjadi kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) maupun kawasan lainnya. Pemerintah dan DPRD setempat berkeinginan untuk mengajukan kawasan tersebut berubah status pelepasan kawasan Hutan Lindung.
Terungkapnya kawasan Hutan Lindung Doko-Dokop telah ditanami sawit setinggi sekira satu hingga dua meter tersebut ketika wartawan koran ini bersama Komisi B DPRD Banggai dan pihak PT KLS mengunjungi perkebunan sawit di Siuna, Kamis (11/4).
Seperti dilansir JPNN, Manager Umum PT KLS, Julius Tipa mengakui bahwa perkebunan tersebut berada di areal hutan lindung. Hal senada diakui Kepala Dinas Perkebunan Banggai, And Ayas.
Julius Tipa berdalih, kelapa sawit tersebut ditanam oleh warga yang telah bertahun-tahun mengelola lahan perkebunan. Hanya saja, bibit sawit itu berasal dari PT KLS, perusahaan milik Murad Husein. (HAN)



http://info-kotakita.blogspot.com/2014/02/kota-luwuk.html#more

DAFTAR PENELUSURAN KOTA MELALUI PROVINSI




Diposkan oleh MakanGizi.com di 21.58 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Lab

Minggu, 23 November 2014

JAWBAN TUGAS 10


9. Simak studi kasus dengan judul “Apa yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk beradaptasi dengan dampak ekstrim pemanasan global ?” (Kasus 2), berikan pendapat saudara !


Pemanasan global akan mengenai semua negara tanpa terkecuali Indonesia. Sebagai negara yang hidupnya sangat bergantung pada sumber daya alam, cara yang tepat dalam mengatasi dampak globalisasi adalah beradaptasi. Kemampuan adaptasi perlu didukung oleh pemerintah dan organisasi lingkungan, dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai berbagai dampak pemanasan global tsb.


O aquecimento global vai bater todos os países, sem exceção, Indonésia. Como um país cujas vidas dependem fortemente dos recursos naturais, a maneira correta de lidar com o impacto da globalização é para se adaptar. Adaptabilidade precisa de ser apoiado por governos e organizações ambientalistas, para fornecer conhecimento para o público sobre os efeitos da página aquecimento global.

JAWABAN TUGAS 10


 8. Cermati studi kasus dengan judul “Dampak Pemanasan Global Tak Bisa Diperbaiki” (Kasus 1), tuliskan komentar anda !


Menurut pendapat saya beberapa dampak dari pemanasan global memang ada yang tidak dapat diperbaiki, seperti mencairnya gletser atau lapisan es – yang dapat menaikkan permukaan laut beberapa meter, yang bisa dilakukan adalah cara mengantisipasi kenaikan permukaan air laut itu. Dengan diadakannya berbagai pertemuan yang membicarakan dampak pemanasan global, sangat diharapkan adanya upaya nyata dan partisipasi dalam menanggulangi dampak pemanasan global yang disebabkan oleh manusia itu sendiri.




In my opinion some of the effects of global warming does exist that can not be corrected, such as the melting of glaciers or ice sheets - which could raise sea levels by several meters, which can be done is to anticipate the rise in sea level. By holding various meetings to discuss the impact of global warming, it is expected that the real effort and participation in tackling the effects of global warming caused by man himself.