PENELUSURAN PROVINSI
SULAWESI TENGAH (KOTA LUWUK)
Luas
dan Batas Wilayah
Luwuk adalah ibu kota Kabupaten
Banggai dan Pusat Administrasi Sulawesi Timur
di masa Depan, yang berjarak sekitar 607 km dari Kota Palu,
ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Kota Luwuk mempunyai moto
"Luwuk Berair", yaitu kota yang "BERSIH, Aman, Indah dan
Rapi".
Kota
Luwuk merupakan salah satu dari 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Banggai,
Provinsi Sulawesi Tengah, sekaligus menjadi ibukota kabupaten. Kota Luwuk
berpenduduk 75.271 jiwa (2011) dan memiliki luas wilayah 518,40 km2, sehingga
kepadatan penduduknya mencapai 145 jiwa per km2. Kota Luwuk berjarak sekitar
607 km melalui perjalanan darat dari Kota Palu (ibukota Provinsi Sulawesi
Tengah).
Kota Luwuk meliputi 21 desa atau kelurahan, yaitu Luwuk, Awu, Boyou, Bubung, Bumi Beringin, Hanga-Hanga, Kampung Baru, Kilongan, Koyoan, Lumpoknyo, Tontouan, Bungin, Soho, Simpong, Biak, Bunga, Kamumu, Maahas, Nambo Lempek, Nambo Padang dan Salodik.
Batas wilayah Kota Luwuk meliputi sebalah utara dengan Kecamatan Pagimana, sebelah barat dengan Kecamatan Kintom, sebelah timur dengan Luwuk Timur dan sebelah selatan dengan Selat Peling.
Kota Luwuk meliputi 21 desa atau kelurahan, yaitu Luwuk, Awu, Boyou, Bubung, Bumi Beringin, Hanga-Hanga, Kampung Baru, Kilongan, Koyoan, Lumpoknyo, Tontouan, Bungin, Soho, Simpong, Biak, Bunga, Kamumu, Maahas, Nambo Lempek, Nambo Padang dan Salodik.
Batas wilayah Kota Luwuk meliputi sebalah utara dengan Kecamatan Pagimana, sebelah barat dengan Kecamatan Kintom, sebelah timur dengan Luwuk Timur dan sebelah selatan dengan Selat Peling.
Kota Luwuk, yang terletak di pesisir
Selat Pelang, merupakan ibu kota Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
Total area dari kota ini adalah 101,43 km2, yang terdiri dari 23 kelurahan, dan
14 Desa. Dari total area ini, luas wilayah yang mendapat pelayanan kebersihan
hanya mencapai 20,00 km2 (19,7 %).
Batas kota Luwuk adalah sebagai
beriku :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Poh, Kecamatan Pagimana;
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Peleng, Banggai Kepulauan;
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lambangan, Kecamatan Luwuk Timur;
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Lontiok, Kecamatan Nambo Bosa.
Secara etimologi, Luwuk dari asal
kata Luwok, Huk, yang artinya "Teluk", sebelum jadi nama Kota Luwuk,
tempat ini merupakan pelabuhan masyarakat Keleke, Asama Jawa dan Soho serta
Dongkalan. Dalam perjalanan Pemerintahan, Luwuk ditetapkan menjadi pusat
pemerintahan oleh Hindia Belanda tahun 1906, ibu kota Afdeling Sulawesi Bagian
Timur, kemudian tahun 1908 dipindahkan ke Bau-Bau, Luwuk menjadi pusat wilayah
Onderafdeling pada tahun 1924. Kampung pertama terbentuk dipesisir Luwuk
(teluk), yaitu : 1. Kampung Asam Jawa, Kepala Kampung Pauh(1901-1926); 2.
Kampung Soho, Kepala Kampung Toansi Pauh (1926-1963;) 3. Kampung Dongkalan,
Kepala Kampung H.Kailo Sinukun (1940). Masuknya pemerintahan Jepang tahun 1942,
Luwuk menjadi kota pemerintahan Jepang dengan nama "Bunken Kanrikan".
Pada tahun 1943 Jepang memerintahkan raja Banggai terakhir H.Sjokuran Aminuddin
Amir memindahkan Ibu Kota Kerajaan Banggai di Luwuk, dengan pangkat suco
(raja)Banggai. Pada tahun 1952, Pemerintahan RI. menetapkan Luwuk sebagai Ibu
Kota Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) Swapraja Banggai, dan pada tanggal 4 Juli
1952 Kota Luwuk ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Banggai, berdasarkan UU
RI. Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Kabupaten Dati II di Sulawesi.
(lihat Buku Sejarah Kabupaten Banggai, Haryanto Djalumang, Rajawali Press,
Jakarta, 2012).
Kota Luwuk pada tahun 2013 terdiri
dari :
- Kecamatan Luwuk
- Kecamatan Luwuk Utara
- Kecamatan Luwuk Selatan
- Kecamatan Nambo Bosa
Jumlah Kelurahan sebanyak 23
Kelurahan dan jumlah Desa sebanyak 14 Desa. Kota Luwuk pusat kegiatan
Pendidikan, telah ada dua Universitas, yaitu Universitas Muhammadiyah Luwuk
(Unismuh) dan Universitas Tompotika Luwuk (Untika). Akademi Keperawatan Luwuk,
dan Akademi Normal Luwuk. Lembaga-lembaga non formal lainnya, adalah Gaja Madah
Colege, Unhas Colege, Unstrat Coleg, LKP Widyagama dan Untad Coleg, serta
Yayasan Pendidikan Insan Cita. Kota Luwuk merupakan pusat kegiatan keagamaan,
Mesjid Pertama adalah Masjid Al Hikmah Soho (1920), dirintis oleh Toansi Pauh,
Imam Talla, Lengkas, Djafili, Ustadz Ngadimin, kemudian Masjid Mutahidah
Dongkalan (1930), yang dirintis oleh Habib Said Al Bakar, Habib Awad Al Bakar,
H. Kailo Sinukun, H. Thalib, H. Kalia Makmur, H. Siradjuddin Datu Adam.dan
lainnya. Gereja pertama adalah Gereja Bukit Zaitun (1943), perintisnya, Pandeta
Tumbelaka, Mantiri. Sedangkan Pusat Pemerintahan berada di wilayah SOHO (1906
s/d 1963), Luwuk.
Warga Luwuk banyak yang miskin, sekalipun di
sana banyak perusahaan migas dan wisata.
Pemandangan Kota
Luwuk sangat indah. Ibu kota Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah itu memiliki
penduduk 60.000 jiwa. Bak Hawai di Amerika Serikat, kota ini dikelilingi pohon
kelapa. Air laut berwarna biru dan pasir putih membentang di sepanjang kota
pesisir ini.
Namun, para turis
harus tahan panas sinar matahari jika pelesiran di kota itu. Bayangkan saja,
suhu di kota itu bisa mencapai hampir 40 derajat Celsius.
Untuk bisa datang ke
kota ini, kocek yang dikeluarkan tidak sedikit. Dari Jakarta, pesawat harus
terlebih dahulu transit di Bandara Sultan Hasanuddin, Makasar, Sulawesi
Selatan.
Dari sana,
penerbangan lanjut ke Bandara Syukuran Aminuddin Amir, Luwuk, Banggai. Hanya
ada dua penerbangan yang melayani perjalanan dari Makassar ke Luwuk, yakni
Sriwijaya Air dan Wings Air. Perjalanan dari Jakarta ke Luwuk membutuhkan waktu
sekitar 3 jam dan harus merogoh kocek sekitar Rp 3 juta.
Kota yang terletak di
ujung timur Sulawesi Tengah ini sangat bersih dan tertata, tak ada sampah
berceceran di jalan. Begitu pula, pedagang kaki lima (PKL) yang biasanya
menyesaki trotoar di kota ini hampir tidak terlihat sama sekali. Penduduk di
Luwuk mayoritas bekerja sebagai nelayan dan petani. Hasil bumi kota Luwuk
berupa kopra, pala, dan cengkih. Perut bumi kota ini juga memiliki kandungan
minyak dan gas bumi.
Oleh karena itu, tak
heran perusahaan migas asing maupun lokal berdiri di tempat ini. Para karyawan
mereka pun acap kali mondar-mandir melihat panorama kota. Sementara itu,
makanan khas selalu terbuat dari ikan yang bercita rasa pedas, seperti ikan
bakar mandapar. Mutiara merupakan cendera mata khas kota ini.
Kecamatan Luwuk
memiliki luas 101,43 km2 terdiri atas 23 kelurahan dan 14 desa. Dari total area
ini, luas wilayah yang mendapat pelayanan kebersihan hanya mencapai 20 km2.
Selebihnya merupakan areal pegunungan, hutan, dan pantai. Suku asli Kota Luwuk,
yakni suku Keleke-Soho, Mangkian Piala-Dongkalan, Nambo, Simpoung, Balantak,
dan Banggai.
Salah satu pemandu
wisata, Ulam mengatakan, perkembangan wisata di Luwuk mulai terkenal sekitar
1990. Pesona alam di ibu kota Kabupaten Banggai itu mulai tersohor sejak
berdirinya Bandara Syukuran Aminuddin Amir pada 2003.
Itu karena dengan
adanya bandara tersebut, akses ke kota semakin mudah. "Dulu kalau mau ke
Luwuk, harus turun di Palu. Dari sana menyambung perjalanan darat yang memakan
waktu hingga 15 jam. Sekarang sudah mudah, turis lokal dan asing setiap hari
berdatangan," katanya.
Menurutnya, sejak
bandara tingkat kabupaten tersebut berdiri, jumlah wisatawan, baik asing maupun
lokal melonjak tajam. Ulam mengaku kunjungan turis meningkat saat libur
panjang, libur hari raya, atau libur akhir tahun. Selama ini sebagian besar
pendapatan asli daerah (PAD) Kota Luwuk dari sektor pariwisata.
Dia menjelaskan,
panorama keindahan Luwuk bisa dilihat di tempat-tempat wisata, seperti Suaka
Margasatwa Pasi-Pasi, Air Terjun Salodik, Air Terjun Hanga-Hanga, Pantai
Permandian Alam KM 5, Pantai Lalong, dan wisata Luwuk Berair.
Kemiskinan Tinggi
Bupati Banggai,
Syarifuddin Mile mengatakan, sebagai ibu kota Banggai, Luwuk mengalami kemajuan
pesat. Infrastruktur dan sarana prasarana yang menunjang sektor pariwisata
terus digenjot. "Pendapatan dari sektor wisata nomor tiga," ujarnya.
Dia pun berharap di
masa mendatang Luwuk bisa menjadi kota tujuan pariwisata, bukan hanya menjadi
tempat transit. Luwuk dapat dikenal di seluruh pelosok Nusantara maupun
mancanegara.
"Kabupaten
Banggai kaya keindahan alam yang indah, menawan, serta menakjubkan, serta
beraneka ragam kebudayaan dan tempat bersejarah yang mengagumkan. Sayangnya,
beragam potensi tersebut belum dipromosikan secara luas," katanya.
Namun, potensi alam
yang sedemikian indah itu tampaknya tercoreng dengan kemiskinan penduduk di
Kota Luwuk. Kementerian Sosial (Kemensos) setidaknya sudah menjaring 4.216
keluarga sangat miskin di Kabupaten Banggai. Jumlah tersebut terus meningkat
tiap tahunnya.
Warga sekitar
berharap perusahaan asing yang bergerak di bidang migas maupun pariwisata,
melatih dan memberikan keterampilan warga asli Luwuk agar bisa dipekerjakan di
perusahaan tersebut.
"Alam kami
memang indah. Penduduk asli yang kaya raya itu punya banyak ternak dan sawah,
tetapi hanya beberapa orang. Nah, kalau kami ini apa penghasilannya. Saya hanya
sebagai tukang parkir, sebulan penghasilan Rp 750.000," kata Risno Usman
(40), salah satu warga Luwuk, yang berprofesi sebagai juru parkir.
Di mana Luwuk?
Mungkin tidak semua orang tahu persis letak Luwuk. Namun, siapa sangka di Kota
Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah terdapat sebuah hotel bintang tiga
yang ditempuh cuma 10 menit berkendaraan dari bandara yang berjarak 5
kilometer. Posisi hotel begitu strategis yakni di dataran tinggi, tepatnya di
Jalan Mandapar, Kawasan Bukit Halimun, Tanjung Tuwis. Posisi hotel menghadap ke
pantai. Itulah Hotel Aston Luwuk & Conference Center.
"Dulu ini kebun jagung, sekarang jadi hotel," kata Soenardi Sudartan, Dirut PT Nyiur Mas Mandiri, pemilik Hotel Aston Luwuk, saat bincang-bincang di beranda hotel, Rabu malam.
Soenardi pun mengisahkan pengalaman masa lalunya ketika pertama kali ke Luwuk tahun 1984 saat berprofesi sebagai dokter. "Dulu susah mencari penerbangan ke Luwuk, apalagi hotel," kata Soenardi yang juga dokter syaraf ini.
Berkat migas serta hasil bumi seperti kopra, cengkeh, pala dan kelapa, nama Luwuk semakin dikenal. Pekerja migas silih berganti berdatangan ke Luwuk dan mereka jelas membutuhkan tempat menginap. Di atas lahan seluas 7,8 hektare, Soenardi menggandeng Archipelago International mendirikan Hotel Aston di Luwuk pada Februari 2012 dengan investasi sekitar Rp 95 miliar.
Menurut Rachmad Basuki, General Manager Aston Luwuk, saat pertama kali tiba dan diberi tanggung jawab mengelola Hotel Aston Luwuk dirinya kaget. "Pertama datang, saya shock melihat kondisi Luwuk yang masih minim infrastruktur untuk menunjang bisnis perhotelan," katanya.
Namun, melihat potensi Luwuk yang kaya migas dan hasil bumi, Rachmad yakin kota Luwuk akan berkembang. Saat ini, kunjungan pegawai migas ke Luwuk terus meningkat. Itu bisa terlihat dari padatnya penumpang Wings Air dan Sriwijaya Air yang melayani rute Makassar-Luwuk setiap hari.
Peluang inilah yang hendak ditangkap Aston Luwuk. Meski sekarang para tamu didominasi kalangan bisnis, ke depan seiring dengan berkembangnya pariwisata Luwuk, tak tertutup kemungkinan untuk dikunjungi wisatawan.
Hotel yang mulai beroperasi awal Oktober 2013 ini memiliki 92 kamar dengan tipe superior, deluxe, junior suite dan presidential suite. Hotel ini memiliki tiga meeting room yang masing-masing mampu menampung 20-40 orang. "Selain itu kita memiliki ballroom untuk 1.200 orang," katanya.
Hal yang paling dibanggakan Soenardi adalah kolam renang yang ada di hotel ini. "Ini (kolam renang) merupakan satu-satunya di (hotel) Luwuk," ujarnya.
"Dulu ini kebun jagung, sekarang jadi hotel," kata Soenardi Sudartan, Dirut PT Nyiur Mas Mandiri, pemilik Hotel Aston Luwuk, saat bincang-bincang di beranda hotel, Rabu malam.
Soenardi pun mengisahkan pengalaman masa lalunya ketika pertama kali ke Luwuk tahun 1984 saat berprofesi sebagai dokter. "Dulu susah mencari penerbangan ke Luwuk, apalagi hotel," kata Soenardi yang juga dokter syaraf ini.
Berkat migas serta hasil bumi seperti kopra, cengkeh, pala dan kelapa, nama Luwuk semakin dikenal. Pekerja migas silih berganti berdatangan ke Luwuk dan mereka jelas membutuhkan tempat menginap. Di atas lahan seluas 7,8 hektare, Soenardi menggandeng Archipelago International mendirikan Hotel Aston di Luwuk pada Februari 2012 dengan investasi sekitar Rp 95 miliar.
Menurut Rachmad Basuki, General Manager Aston Luwuk, saat pertama kali tiba dan diberi tanggung jawab mengelola Hotel Aston Luwuk dirinya kaget. "Pertama datang, saya shock melihat kondisi Luwuk yang masih minim infrastruktur untuk menunjang bisnis perhotelan," katanya.
Namun, melihat potensi Luwuk yang kaya migas dan hasil bumi, Rachmad yakin kota Luwuk akan berkembang. Saat ini, kunjungan pegawai migas ke Luwuk terus meningkat. Itu bisa terlihat dari padatnya penumpang Wings Air dan Sriwijaya Air yang melayani rute Makassar-Luwuk setiap hari.
Peluang inilah yang hendak ditangkap Aston Luwuk. Meski sekarang para tamu didominasi kalangan bisnis, ke depan seiring dengan berkembangnya pariwisata Luwuk, tak tertutup kemungkinan untuk dikunjungi wisatawan.
Hotel yang mulai beroperasi awal Oktober 2013 ini memiliki 92 kamar dengan tipe superior, deluxe, junior suite dan presidential suite. Hotel ini memiliki tiga meeting room yang masing-masing mampu menampung 20-40 orang. "Selain itu kita memiliki ballroom untuk 1.200 orang," katanya.
Hal yang paling dibanggakan Soenardi adalah kolam renang yang ada di hotel ini. "Ini (kolam renang) merupakan satu-satunya di (hotel) Luwuk," ujarnya.
Kawasan hutan lindung Doko-Dokop, Desa Siuna,
Kecamatan Pagimana, Luwuk, Provinsi Sulawesi Tengah beralih fungsi menjadi
perkebunan kelapa sawit yang diduga milik PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS).
Kawasan tersebut belum beralih fungsi menjadi
kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) maupun kawasan lainnya. Pemerintah dan DPRD
setempat berkeinginan untuk mengajukan kawasan tersebut berubah status
pelepasan kawasan Hutan Lindung.
Terungkapnya kawasan Hutan Lindung Doko-Dokop
telah ditanami sawit setinggi sekira satu hingga dua meter tersebut ketika
wartawan koran ini bersama Komisi B DPRD Banggai dan pihak PT KLS mengunjungi
perkebunan sawit di Siuna, Kamis (11/4).
Seperti dilansir JPNN, Manager Umum PT KLS,
Julius Tipa mengakui bahwa perkebunan tersebut berada di areal hutan lindung.
Hal senada diakui Kepala Dinas Perkebunan Banggai, And Ayas.
Julius Tipa berdalih, kelapa sawit tersebut
ditanam oleh warga yang telah bertahun-tahun mengelola lahan perkebunan. Hanya
saja, bibit sawit itu berasal dari PT KLS, perusahaan milik Murad Husein. (HAN)
http://info-kotakita.blogspot.com/2014/02/kota-luwuk.html#more
Tidak ada komentar:
Posting Komentar